Hari ke 22. Ramadhan datang dan akan segera berlalu tanpa
kita sadari jika memang ia hanya sebuah Ramadhan tanpa makna di hati. Aku masih
merasa jauh dari inti Ramadhan, esensi dan hakikat bulan penuh keberkahan ini. Nilai-nilai
suci Ramadhan yang kudapat di masa kecil, mulai memudar dan menjadi kabut
ketika umurku menginjak kepala dua. Kenapa dewasa malah menghalangiku untuk
dekat dengan mu, hai Ramadhan.
“Solat wajib lima waktu, solat malam jangan malas minta sama
Allah di sepertiga malam adalah waktu terbaik, dhuha nya juga terus biar rezeki
lancar, jangan lupa baca doa tolak bala, shalawat untuk Nabi Muhammad SAW
diperbanyak sehabis shalat, bacaan juz amma nya dibenerin, banyak hapalin ayat
Al-Quran, Tadarus di pengajian, Tarawih yang rajin jangan kegoda sama acara
TV,,,,” adalah sebagian dari Ramadhan masa kecil yang diajarkan ibu, guru
ngaji, guru agama, wali kelas. Hari ini mereka tak ada sama sekali. Aku harus
mencari susah payah jika ingin mendengar nasehat-nasehat tulus itu lagi, dan
merasa terlalu banyak alasan untuk kembali kepada kesucian Ramadhan.
Banyak hal yang mengganjal kekhusuan Ramadhan tahun ini,
berawal dari tradisi Ramadhan dan idhul fitri yang menurutku akan sangat
memberatkan bahkan ketika mereka belum tiba. Tradisi kumpul keluarga, tradisi
buat kue lebaran, sholat ied berjamaah, dan banyak hal lain adalah sesuatu yang
tak akan lagi sama bagi keluargaku. Karena kami belum lama kehilangan ibunda
tercinta. Aku menolak untuk bertemu Ramadhan karena tradisi yang akan ia bawa
serta.
Lalu hal yang justru tak ada hubungannya sama sekali dengan
keluarga, juga mengganjal diriku untuk menambah pahala puasa malah lebih parah
lagi, merusaknya. Acara buka bersama, sebuah agenda wajib setiap angkatan
jurusan, himpunan mahasiswa, atau hanya sebuah komunitas, antar sahabat, kini
juga rekan kantor, perusahaan apapun itu ikatan seseorang dengan yang lain,
maka tradisi buka bersama akan juga teragendakan di antara mereka, setiap
tahunnya. Bagiku, buka bersama adalah sebuah kebahagiaan, pelipur duka karna
tak usah memikirkan keluarga ketika berbuka. Merasa tak sendiri, karena makan
sendirian dikamar kos kadang terasa menyedihkan. Dibalik keakraban yang
terjalin saat acara, canda tawa yang bergulir, percakapan kian mengalir, hingga
perut kenyang. Waktu isya semakin dekat, tapi tak ada satupun yang beranjak
menuju mushola. Kita melalaikan sholat magrib. Mungkin karena tujuan kita
bertemu adalah buka bersama, tanpa menyelipkan sholat berjamaah. Maka untuk bisa
keluar dari tradisi berkedok buka bersama itu, aku mempunyai tips dan trik yang
bisa dilakukan :
- harus ada satu tekad yang kuat dan niat tulus sebelum berangkat menuju tempat acara, bahwa saya tidak boleh melalaikan yang wajib untuk sesuatu yang entah apa hukumnya.
- Jika anda bukan panitia acara, maka cari tahu terlebih dahulu dimana lokasinya, tanyakan keberadaan mushola atau masjid terdekat dengan lokasi. Jika keduanya tidak ada, itu agak tidak mungkin sebenarnya kcuali teman anda mengajak buka bersama di gunung kidul atau tempat semacamnya.
- Normalnya anda hanya memerlukan waktu 30 menit untuk melahap semua hidangan buka puasa, tajil dan menu utama. Jika masih ada menu lain, anda cukup bertahan hingga sholat magrib selesai dilaksanakan. Jadi, jika dipukul rata waktu magrib hanya tersedia satu jam saja. Untuk makan dan mengobrol sana sini 30 menit, break solat yang kalaupun mengantri anda punya waktu 10-15 menit untuk wudu dan solat. Dan acara pun belum berakhir.
- Ajak teman, sebenarnya untuk yang satu ini saya malas dan merasa tidak perlu. Tapi karena kita muslim yang taat dan ingin menambah pahala di bulan Ramadhan, kenapa tidak mengeluarkan sedikit suara untuk berkata “sholat yuk”. Jika tidak ada respon, ya ditinggal saja.
- Kalo gak sanggup, sanggupin!. Haha
Dengan begitu kamu akan terhindar dari
acara berkedok buka bareng, pahala silaturahmi dapat pulang pun tak bawa dosa. Amin.
Selamat Berpuasa, Selamat Buka Bersama,
Selamat Berlebaran.
No comments:
Post a Comment