Wednesday, July 31, 2013

Ganjalan Ramadhan



Hari ke 22. Ramadhan datang dan akan segera berlalu tanpa kita sadari jika memang ia hanya sebuah Ramadhan tanpa makna di hati. Aku masih merasa jauh dari inti Ramadhan, esensi dan hakikat bulan penuh keberkahan ini. Nilai-nilai suci Ramadhan yang kudapat di masa kecil, mulai memudar dan menjadi kabut ketika umurku menginjak kepala dua. Kenapa dewasa malah menghalangiku untuk dekat dengan mu, hai Ramadhan. 

“Solat wajib lima waktu, solat malam jangan malas minta sama Allah di sepertiga malam adalah waktu terbaik, dhuha nya juga terus biar rezeki lancar, jangan lupa baca doa tolak bala, shalawat untuk Nabi Muhammad SAW diperbanyak sehabis shalat, bacaan juz amma nya dibenerin, banyak hapalin ayat Al-Quran, Tadarus di pengajian, Tarawih yang rajin jangan kegoda sama acara TV,,,,” adalah sebagian dari Ramadhan masa kecil yang diajarkan ibu, guru ngaji, guru agama, wali kelas. Hari ini mereka tak ada sama sekali. Aku harus mencari susah payah jika ingin mendengar nasehat-nasehat tulus itu lagi, dan merasa terlalu banyak alasan untuk kembali kepada kesucian Ramadhan. 

Banyak hal yang mengganjal kekhusuan Ramadhan tahun ini, berawal dari tradisi Ramadhan dan idhul fitri yang menurutku akan sangat memberatkan bahkan ketika mereka belum tiba. Tradisi kumpul keluarga, tradisi buat kue lebaran, sholat ied berjamaah, dan banyak hal lain adalah sesuatu yang tak akan lagi sama bagi keluargaku. Karena kami belum lama kehilangan ibunda tercinta. Aku menolak untuk bertemu Ramadhan karena tradisi yang akan ia bawa serta. 

Lalu hal yang justru tak ada hubungannya sama sekali dengan keluarga, juga mengganjal diriku untuk menambah pahala puasa malah lebih parah lagi, merusaknya. Acara buka bersama, sebuah agenda wajib setiap angkatan jurusan, himpunan mahasiswa, atau hanya sebuah komunitas, antar sahabat, kini juga rekan kantor, perusahaan apapun itu ikatan seseorang dengan yang lain, maka tradisi buka bersama akan juga teragendakan di antara mereka, setiap tahunnya. Bagiku, buka bersama adalah sebuah kebahagiaan, pelipur duka karna tak usah memikirkan keluarga ketika berbuka. Merasa tak sendiri, karena makan sendirian dikamar kos kadang terasa menyedihkan. Dibalik keakraban yang terjalin saat acara, canda tawa yang bergulir, percakapan kian mengalir, hingga perut kenyang. Waktu isya semakin dekat, tapi tak ada satupun yang beranjak menuju mushola. Kita melalaikan sholat magrib. Mungkin karena tujuan kita bertemu adalah buka bersama, tanpa menyelipkan sholat berjamaah. Maka untuk bisa keluar dari tradisi berkedok buka bersama itu, aku mempunyai tips dan trik yang bisa dilakukan :


  1.  harus ada satu tekad yang kuat dan niat tulus sebelum berangkat menuju tempat acara, bahwa saya tidak boleh melalaikan yang wajib untuk sesuatu yang entah apa hukumnya.
  2. Jika anda bukan panitia acara, maka cari tahu terlebih dahulu dimana lokasinya, tanyakan keberadaan mushola atau masjid terdekat dengan lokasi. Jika keduanya tidak  ada, itu agak tidak mungkin sebenarnya kcuali teman anda mengajak buka bersama di gunung kidul atau tempat semacamnya.
  3. Normalnya anda hanya memerlukan waktu 30 menit untuk melahap semua hidangan buka puasa, tajil dan menu utama. Jika masih ada menu lain, anda cukup bertahan hingga sholat magrib selesai dilaksanakan. Jadi, jika dipukul rata waktu magrib hanya tersedia satu jam saja. Untuk makan dan mengobrol sana sini 30 menit, break solat yang kalaupun mengantri anda punya waktu 10-15 menit untuk wudu dan solat. Dan acara pun belum berakhir.
  4. Ajak teman, sebenarnya untuk yang satu ini saya malas dan merasa tidak perlu. Tapi karena kita muslim yang taat dan ingin menambah pahala di bulan Ramadhan, kenapa tidak mengeluarkan sedikit suara untuk berkata “sholat yuk”. Jika tidak ada respon, ya ditinggal saja.
  5. Kalo gak sanggup, sanggupin!. Haha


Dengan begitu kamu akan terhindar dari acara berkedok buka bareng, pahala silaturahmi dapat pulang pun tak bawa dosa. Amin.

Selamat Berpuasa, Selamat Buka Bersama, Selamat Berlebaran. 

Antologi July



Hidup memang penuh kejutan. Juli ini, yah akhirnya aku masih bertahan. Meski masih dihantui pekerjaan yang tidak aku sukai. 

Last month.. hey JUNE don’t made me mad.
my boss said that resign was the only choice for me. Then I’ve decided to give my best, to embarace my last chance there with them. I love the people there, but not the job. I felt so worried about what would happen to me next, where i gonna live, and blablabla streeessss~.

JULi datang tampak biasa. Hanya doa yang jadikan aku kuat. Terimakasih ALLAH.
KehendakNya di Ramadhan ini, mendatangkan seorang Dewi. Dewi yang entah siapa, tiba menyapa dan menyelamatkanku. SYUKUR ku untuk MU ALLAH.
Maka aku akan tetap berdoa, berharap, dan berusaha untuk terus hidup dengan positif. Dengan ceria dan manfaat. 

Hey July, dia datang lagi.
Dua nomor itu, menjadikanku ragu untuk menghentikan dering ponsel. Yah, aku sedikit senang. Tapi, banyak sakit. Dia menyapaku, lalu aku melanjutkan obrolan dengan kikuk. Dia yang ternyata sudah memutuskan pertunangannya. Berita baik kah untuk ku?. July, cukup. Aku tak ingin kembali kecewa. July, bawa dia pergi bersama angin dingin Januari. Bersama tangis November.
Dan July, aku menikmati kesendirian ini. Kemandirian ini, sakit sepi dan sedih nya. July, kamu tetap ratu bulan di hidupku. Teruslah mengejutkanku