Friday, October 21, 2016

4 Hal di Sidang Jessica Selain Drama



Jujur, aku termasuk orang yang ngikutin sidang jessica. Dari awal ampe akhir. Udah kayak ibu-ibu nonton sinetron ye? Ya emang karena aku gak banyak aktivitas di luar. Kerjaan freelance bisa aku kerjain di kosan. Trus jarang juga nonton tv kecuali acara dan waktu tertentu. Cuma satu dua deh acara yang aku tonton. Laennya mending online aja. Nah, sejak ada sidang jessica aku jadi punya alesan untuk nyalain tv pagi-pagi. Gak buka laptop ampe sore bahkan ampe malem. Tp itu berjalan Cuma ampe belasan persidangan, udah puluhan mulai heneg bahasannya itu-itu mulu.

 Aku pengen mengomentari apa yang bisa aku dapet dari sidang itu selain dramanya. 

1.       Budaya Ngaret
Pak hakim ketua sebelum ketok palu menutup persidangan suka ngasih tahu hari dan jam sidang berikutnya akan dilaksanakan. Pas hari H yang dimaksud datang, di pengadilan udah kumpul wartawan dan masyarakat yg ingin lihat jalannya sidang, tapi mereka musti nunggu berjam-jam sampe akhirnya sidang dimulai. Menurut aku sih ini malu-maluin banget. Ngaret semenit dua menit masih bisa ditoleransi lah ini dari laper makan ampe laper lagi belum mulai juga. Kok bisa sih dibiasakan? Harusnya kan jadi contoh buat masyarakat luas, buat karyawan atau PNS yang suka nyepelein jam kerja karena ini diliput 4 stasiun tv lohhh, ini entah hakimnya, jaksanya, atau pengacaranya yang lelet yg jelas harusnya mereka bisa menunjukan budaya tepat waktu, menghargai waktu, profesional. Indonesia yang lebih baik. Tsah

2.       Tendensi Media
Aku ngerasa media yang seharusnya mengabarkan, memberitakan, memberikan pengetahuan yang lebih luas dengan wawancara sana sini dan liputan dari berbagai sisi tentang kasus Jessica kepada masyarakat, malah lebih banyak yang tendensius. Memihak atau menyudutkan satu pihak. Dengan tagline berita, narasi dan pertanyaan-pertanyaan anchor atau reporter atau tulisan di media online yang membentuk opini publik. Ini jelas berlebihan.
Pernah ada ibu-ibu yang nelpon ke stasiun tv Cuma buat bilang:
“ini jelas jessica pembunuhnya. Pembunuh mana ada yang mau ngaku, kasusnya jadi panjang dan ribet.” Lah si ibu tahu dari mana bisa segitu yakin jessica yang bunuh kalau dia gak melihat dan mendengar semuanya dari TV. Belum semua kalangan masyarakat yang melek media, ngerti hukum, atau bisa memilah informasi yang masuk lewat TV. Kalau semua ditelan bulat2 kayak si ibu? Mental masyarakat kita jadi payah, cuma tukang bully dan ngejudge.

3.       Jam Tayang
Aku berterima kasih sih sama stasiun TV yang mau menyiarkan secara live persidangan ini, bikin yang nonton melek pengadilan lah seenggaknya. Aku yang tadinya gak ngerti istilah2 hukum dan pengadilan jadi mulai terbiasa dan hapal karena dicekokin terus. Kata pledoi, replik, duplik, yang tadinya asing jadi ada gambaran. Tapi ternyata gak Cuma sidang yang ditayangin secara live, sebelum, setelah dan pas istirahat sidang stasiun tv berlomba merangkum atau mewawancarai siapa pun yang terlibat dalam persidangan. Dan bahasan mereka itu kebanyakan bahasan yang diulang ulang, diperpanjang atau dibikin super detail hanya untuk mengisi kekosongan sebelum sidang dimulai atau dilanjutkan. Kelihatan banget kan kalo orientasinya sudah melenceng, jadi rating oriented. Kalo udah kayak gini, kasian yang pengen nonton acara lain jadi keganggu. Kasian juga sama reporter di lapangan atau anchor di studio yang musti muter otak mikirin gue musti ngomong apa lagi yahhh???


4.       Salah Fokus
Mungkin karena sudah bosan sama bahasan CCTV, patologi, kriminologi, psikologi, toksikologi blablabla yang diulang-ulang, masyarakat mulai mencari hiburan lain dengan merhatiin orang-orang yang terlibat dalam sidang, gak Cuma terdakwa, pengacara, ampe hakim pun dikomentari. Dan lucunya sampe ada trending soal jaksa ganteng. Apa? Gan-teng? Oke, mungkin karena ganteng itu relatif jadi aku gabisa protes, Cuma bisa bengong trus ngakak. G-A-N-T-E-N-G? Yaaa yaaa yaaa.




No comments:

Post a Comment