Jujur, aku termasuk orang yang ngikutin sidang jessica. Dari
awal ampe akhir. Udah kayak ibu-ibu nonton sinetron ye? Ya emang karena aku gak
banyak aktivitas di luar. Kerjaan freelance bisa aku kerjain di kosan. Trus jarang
juga nonton tv kecuali acara dan waktu tertentu. Cuma satu dua deh acara yang
aku tonton. Laennya mending online aja. Nah, sejak ada sidang jessica aku jadi
punya alesan untuk nyalain tv pagi-pagi. Gak buka laptop ampe sore bahkan ampe
malem. Tp itu berjalan Cuma ampe belasan persidangan, udah puluhan mulai heneg
bahasannya itu-itu mulu.
Aku pengen
mengomentari apa yang bisa aku dapet dari sidang itu selain dramanya.
1.
Budaya Ngaret
Pak hakim ketua sebelum ketok palu menutup
persidangan suka ngasih tahu hari dan jam sidang berikutnya akan dilaksanakan. Pas
hari H yang dimaksud datang, di pengadilan udah kumpul wartawan dan masyarakat
yg ingin lihat jalannya sidang, tapi mereka musti nunggu berjam-jam sampe akhirnya
sidang dimulai. Menurut aku sih ini malu-maluin banget. Ngaret semenit dua
menit masih bisa ditoleransi lah ini dari laper makan ampe laper lagi belum
mulai juga. Kok bisa sih dibiasakan? Harusnya kan jadi contoh buat masyarakat
luas, buat karyawan atau PNS yang suka nyepelein jam kerja karena ini diliput 4
stasiun tv lohhh, ini entah hakimnya, jaksanya, atau pengacaranya yang lelet yg
jelas harusnya mereka bisa menunjukan budaya tepat waktu, menghargai waktu,
profesional. Indonesia yang lebih baik. Tsah
2.
Tendensi Media
Aku ngerasa media yang seharusnya
mengabarkan, memberitakan, memberikan pengetahuan yang lebih luas dengan
wawancara sana sini dan liputan dari berbagai sisi tentang kasus Jessica kepada
masyarakat, malah lebih banyak yang tendensius. Memihak atau menyudutkan satu
pihak. Dengan tagline berita, narasi dan pertanyaan-pertanyaan anchor atau
reporter atau tulisan di media online yang membentuk opini publik. Ini jelas berlebihan.
Pernah ada ibu-ibu yang nelpon ke stasiun
tv Cuma buat bilang:
“ini jelas jessica pembunuhnya. Pembunuh mana
ada yang mau ngaku, kasusnya jadi panjang dan ribet.” Lah si ibu tahu dari mana
bisa segitu yakin jessica yang bunuh kalau dia gak melihat dan mendengar
semuanya dari TV. Belum semua kalangan masyarakat yang melek media, ngerti
hukum, atau bisa memilah informasi yang masuk lewat TV. Kalau semua ditelan
bulat2 kayak si ibu? Mental masyarakat kita jadi payah, cuma tukang bully dan
ngejudge.
3.
Jam Tayang
Aku berterima kasih sih sama stasiun TV
yang mau menyiarkan secara live persidangan ini, bikin yang nonton melek
pengadilan lah seenggaknya. Aku yang tadinya gak ngerti istilah2 hukum dan
pengadilan jadi mulai terbiasa dan hapal karena dicekokin terus. Kata pledoi,
replik, duplik, yang tadinya asing jadi ada gambaran. Tapi ternyata gak Cuma sidang
yang ditayangin secara live, sebelum, setelah dan pas istirahat sidang stasiun
tv berlomba merangkum atau mewawancarai siapa pun yang terlibat dalam persidangan.
Dan bahasan mereka itu kebanyakan bahasan yang diulang ulang, diperpanjang atau
dibikin super detail hanya untuk mengisi kekosongan sebelum sidang dimulai atau
dilanjutkan. Kelihatan banget kan kalo orientasinya sudah melenceng, jadi
rating oriented. Kalo udah kayak gini, kasian yang pengen nonton acara lain
jadi keganggu. Kasian juga sama reporter di lapangan atau anchor di studio yang
musti muter otak mikirin gue musti ngomong apa lagi yahhh???
4.
Salah Fokus
Mungkin karena sudah bosan sama bahasan
CCTV, patologi, kriminologi, psikologi, toksikologi blablabla yang
diulang-ulang, masyarakat mulai mencari hiburan lain dengan merhatiin
orang-orang yang terlibat dalam sidang, gak Cuma terdakwa, pengacara, ampe
hakim pun dikomentari. Dan lucunya sampe ada trending soal jaksa ganteng. Apa?
Gan-teng? Oke, mungkin karena ganteng itu relatif jadi aku gabisa protes, Cuma bisa
bengong trus ngakak. G-A-N-T-E-N-G? Yaaa yaaa yaaa.
No comments:
Post a Comment